MELANGKAH SEARAH (Asam Manis Rumah Tangga Muda)
Sebuah Catatan Untuk Diri Sendiri
Setelah menikah kehidupan rumah tangga tidak seperti yang ada di novel-novel, jatuh cinta tidak dirasakan setiap hari. Pada hari-hari panjang setelah menikah, kenyataan berupa perasaan yang berantakkan, kemarahan yang berusaha diredam, pasangan yang mendadak menyebalkan, konflik yang berkepanjangan, pahit, kecut, asam, hambar lainnya akan terasa.
Sebelum menikah, mungkin yang terbersit di dalam bayangan adalah memiliki tempat untuk membagi semuanya dan mendapati teman hidup yang asyik untuk bercerita banyak hal. Setelah menikah, didapati bahwa hal-hal seperti itu meleset dari bayangan. Ada hari ketika cerita tak memiliki pendengarnya, komunikasi yang kurang berjalan lancar, jarak yang mengekang, waktu sore yang dihabiskan sendiri menunggu pasangan pulang, dan terkadang kata-kata kita yang dapat menyinggung perasaan. Akan ada hari dimana untuk lebih baik memendam cerita, menangis diatas sajadah, tanpa menceritakan apa yang menjadi keresahan yang dirasakan.
Mungkin, tak sedikit yang berada diluar ekspektasi selama ini, tentang keadaan, pasangan, berumah tangga, keluarga besar, dan masih banyak hal lainnya. Dalam setiap fase baru, pasti ada ujian-ujian baru. Selayaknya naik kelas, ujiannya akan semakin susah. Mendapi semuanya berubah, pasti ada kaget-kagetnya, kenyataan yang menegangkan, atau belajar beradaptasi menerima. Faktanya, kehidupan setelah menikah tidak semuanya mulus, cerah ceria, romantis seperti feed instagram para selebgram.
Jatuh cinta memang tidak bisa setiap hari, namun bersyukur dan bersabar bisa dilakukan kapanpun. Jika pada hari ini dibuat kesal, ingat, esok harinya bisa dibuat jatuh cinta pada hari-hari berikutnya. Sabar dan bersyukur. Mungkin akan mendapatkan seseorang yang tidak sempurna, tidak begitu asyik, dan begitu-begitu saja. Bukankah kebahagiaan bisa bersumber dari diri pribadi kemudian menjalar ke pasangan? Bukankah menerima dia, berarti menerima satu paket bersama kekurangannya?
Bertahanlah. Lanjutkanlah perjuangan dalam berumah tangga bersama pasangan anda. Bukan soal beruntung atau tidaknya mendapatkannya sebagai pasangan, melainkan teman hidup. Pernikahan perlu bertumbuh, disirami dengan nilai-nilai kebaikan, syukur, dan sabar agar tak layu dan berbunga indah.
Menikahlah dengan seseorang yang juga mau menikahi mimpi-mimpimu. Yang matanya berbinar ketika citamu berbinar. Yang senyumnya ikut terkembang ketika asamu terkembang.
Pernikahan bukan ajang kompetisi, siapa yang lebih baik dibanding siapa. Pernikahan adalah saling mengisi satu sama lain, saling bahu membahu membantu. Pernikahan jadi ajang untuk bertumbuh lewat ujian-ujian yang mendewasakan. Tidak apa-apa, akui saja bahwa setiap diri penuh kekurangan. Selanjutnya, fokus pada perbaikan. Belajar, belajar, belajar. Ilmu sebelum menikah sangat terasa membantu dalam proses pernikahan. Benar memang, ilmu sebelum amal. Banyak membaca, ikut seminar dan datang kajian, sangat membantu proses belajar tentang pernikahan.
Walau kadang terasa berat. Ingat. Menikah itu sebuah ibadah. Hakikatnya. Tiap ibadah adalah indah karena sejengkal lebih dekat dengan-Nya.
Perbedaan-perbedaan yang ditemui serta kekurangan-kekurangan yang dimiliki dapat menjadikan dua pribadi yang menjadi suami istri bertumbuh menjadi sosok yang lebih dewasa. Karena tidak bisa menikahi orang yang sempurna seperti yang kita inginkan. Perbedaan dan kekurangan itu membuat makin kuat lagi dan lagi. Masih panjang dan masih banyak jalan yang perlu dilalui. Harus banyak meluaskan sabar, semangat dan rasa syukur. Merawat pernikahan adalah perjuangan yang luar biasa bagi sepasang manusia. Jangan lengah.
Masa Belum Bisa Masak
Pada awal pernikahan mereka, mbak apik belum bisa memasak, namun mas gun mampu menerima kekurangan mbak apik. Mas gun tidak mempermasalahkan hal tersebut, karena bagi mas gun, yang terpenting gizi keluarga tercukupi. Seperti yang dikatakan oleh Ustad Salim A. Fillah, “Biasanya dibalik kekurangan pasangan, Allah meletakkan kebaikan yang luar biasa”.
Mbak apik sangat menyesali, bahwa saat waktu menjomblo, beliau tidak belajar masak. Waktunya hanya digunakan untuk main dan pulang ke rumah sudah ada makanan untuk disantap. Namun, tidak ada yang perlu berlarut, karena semua itu bisa belajar walau dari nol. Pengalaman beliau pertama kali memasak, dapur beliau berantakkan seperti kapal pecah. Bumbu masakan dimana-mana, bahkan beliau belajar memasak dari tutorial you tube.
Selain itu, hal yang menantang lagi diantara mereka adalah perbedaan selera makan. Mas gun sangat menyukai rasa pedas sedangkan mbak apik tidak menyukai rasa pedas. Mas gun sangat menyukai sayuran dan kurang menyukai daging, namun mba apik sebaliknya. Mbak apik penggemar seafood, sedangkan mas gun hanya bisa makan beberapa saja. Mas gun suka makanan tradisional sedangkan mbak apik senang makanan modern. Mba apik suka buah-buahan sedangkan mas gun tidak terlalu suka. Banyak perbedaan diantara mereka.
Mbak apik sering menangis. Karena pernah di titik terbawah dan bertanya di dalam hatinya. Kenapa beliau bisa buruk sekali dalam urusan dapur. Mbak apik pernah mengalami suatu kejadian yang membuat dia sangat sedih dan tak kuasa menahan tangis. Hal itu bermula ketika mbak apik ingin memberikan masakan terbaik ketika mas gun jatuh sakit. Namun ternyata masakannya gagal. Beliau sudah capek ke pasar, namun masakannya gagal, sayur yang dimasak terasa pahit, sambal goreng yang rasanya tidak karuan dll.
Ketika mbak apik memasak, mas gun selalu jadi kelinci percobaannya untuk merasakan masakan mbak apik. Rasanya, beliau sudah kenyang dengan kegagalan masak didapur. Kalau dulu ketika awal-awal, jika masakan yang telah jadi tidak sesuai dengan ekspektasi, langsung bad mood. Belaiu sering membanding-bandingkan dengan orang lain yang jago memasak. Namun beliau tersadar, bahwa perasaan untuk terus membandingkah diri dengan orang lain hanya akan bikin down. Akhirnya beliau berfikir bahwa, kalau tidak belajar masak sekarang kapan lagi. Semua orang yang jago memasak juga pasti pernah mengalami fase-fase percobaan.
Beliau juga jadi mengerti bahwa kenapa masakan ibu dan istri bisa menguatkan ikatan dalam keluarga. Ya, karena cinta dan doa. Hal itulah yang menjadi motivasi untuk terus belajar. Tidak apa-apa menangis yang banyak. Peluh yang banyak. Sabar. Memasak juga perlu jam terbang. Menurut beliau untuk mahir dalam suatu bidang, minimal menekuninya sebanyak 3.500 jam. Jalan masih panjang. Mas gun sudah sering request masak sayur kesukaan beliau kepada mbak apik. Mba apik ada perubahan dalam memasak, dulu dapurnya berantakkan sekarang sudah lebih rapi.
Beliau mengucapkan terimakasih kepada mas gun karena telah membersamai proses belajar yang terus berjalan. Jangan bosan pintanya. Beliau sekali lagi berterimakasih kepada mas gun karena telah membesarkan hati, memuji, memakan masakan mbak apik dengan lahap, dan dukungan berharga lainnya. Mungkin bagi mas gun itu biasa saja, namun bagi seorang mbak apik sebagai istri hal itu sangat luar biasa, mampu menjadi bahan bakar untuk melejitkan semangat.
Belajar memasak itu bukan syarat wajib bagi seorang istri. Namun belajar memasak sebelum menikah adalah sebuah langkah tepat sebagai persiapan untuk menjalani rumah tangga. Untuk para calon imam, kemampuan memakan apa saja dan bagaimanapun rasanya mesti ditambah sebelum menikah. Maksudnya, jangan berharap istri pintar memasak, tapi tidak mau mendukung istri kalau sedang belajar memasak. Kelebihan istri tidak hanya pandai memasak, namun kalau bisa mempunyai keahlian lain seperti memijat, berkebun, mendekorasi rumah, berjualan, mempercantik diri, merapikan dan bersih-bersih, disukai tetangga, bermanfaat bagi orang lain dan mengisi peran di masyarakat juga perlu disyukuri.
Bahasa Cinta
Mas gun mengatakan.
“Dik, sudah enggak usah menyapu dulu”.
“Taruh piring itu. Nanti saja cuci piringnya”.
“Sini, Dik, ngobrol sama aku”.
“Jangan main hape dulu dong”.
Kalimat tersebut sangat sering dijumpai oleh mba apik sejak awal menikah hingga sekarang. Mas gun sering menyuruh mbak apik meletakkan pekerjaan rumah dan memilih menghabiskan waktu bersama. Tidak jarang rumah berantakkan, namun mas gun membantu mbak apik membereskan rumah. Dulu, awal menikah, mas gun lebih suka membuat teh sendiri. Hingga akhirnya mbak apik meminta mas gun untuk berhenti, karena mbak apik merasa lebih baik jika beliau yang melakukannya. Ketika mas gun ingin pergi ke luar kota juga, mas gun menyiapkan sendiri koper dan peralatan lainnya.
Mbak apik bingung, seharusnya yang menyiapkan semua itu adalah istri, kewajiban seorang istri. Namun ternyata mas gun tidak nyaman dengan pelayanan-pelayanan semacam itu. Samapai beliau bertanya pada dirinya sendiri. “yang benar yang mana sih?”. Pertanyaan tersebut terjawab pada sebuah kajian yang disampaikan oleh Ustad Cahyadi Takariawan. Beliau membahas tentang cinta sejati yang merupakan teori dari Dr. Gary Chapman. Tiap orang memiliki bahasa cintanya masing-maisng. Bahasa cinta disini adalah cara mereka dalam mengomunikasikan cinta. Menurut Dr. Gary Chapman, bahasa cinta adalah cara tiap orang mengekspresikan perasaan cinta kepada orang lain dan bila cara tersebut dilakukan oleh pasangannya, akan membuatnya merasa dicintai.



Ada 5 bahasa cinta yang diungkapkan oleh Dr. Gary Chapman, yaitu:
1.      Pujian/ kata-kata penguatan
2.      Waktu berkualitas
3.      Hadiah
4.      Pelayanan/bantuan
5.      Sentuhan fisik
Mencoba memahami bahasa cinta antar pasangan membuat paham satu sama lain. Mbak apik menanyakan ke mas gun tentang pelayanan yang diberikan kepada beliau. Ternyata itu bukanlah bahasa cintanya. Itulah yang menyebabkan mas gun terlihat tidak nyaman ketika mbak apik melayani A-Z (membuatkan teh, dll). Mas gun lebih menyukai waktu berkualitas bersama pasangan. Rupaya hadiah juga bukan merupakan bahasa cinta mereka, hal itu terbukti ketika mbak apik mencari kado untuk ulang tahun mas gun, dan ketika mba apik memberikan kado, mas gun biasa saja. Sedangkan mba apik, menyukai kejutan hadiah dan menyukai jalan-jalan, walaupun mas gun menganggap itu biasa saja.
Ketika tahu bahasa cinta pasangan, akan lebih bisa mengerti hal-hal yang membuat mereka merasa dicintai. Setiap diri tidak bisa memaksakan pasangan untuk menyukai atau memiliki bahasa cinta yang sama dengan diri pribadi, karena kebanyakan bahasa cinta terbentuk dari sejak kecil. Bahasa cinta anak dan orang tuanya tidak jauh berbeda. Tidak perlu memaksakan pasangan memiliki bahasa cinta yang sama, setiap diri hanya perlu memahami bahasa cinta satu sama lain, agar tidak salah sambung.
40 Hari Tanpa Bertengkar
Menikah adalah hubungan yang harus dijalani dengan dewasa, terlebih ini merupakan ibadah. Maka, tampaknya kalau harus bertengkar dan ribut-ribut, itu membuang waktu, telinga dan pikiran saja. Lebih baik menyelesaikannya dengan kepala dingin meskipun terkadang hal-hal kecil bisa memicu tumbuhnya pertengkaran. Misalnya seperti membaca peta, kurang peka, sampai lupa meletakkan kunci. Apalagi, pada usia pernikahan yang terbilang muda. Selain karena baru mengenal, juga beradaptasi dengan sifat dan sikap satu sama lain.
Mbak apik mendapatkan pesan dari istri gurunya, bahwa 40 hari pertama setelah menikah tidak boleh bertengkar. Sama sekali. Walau harus menangis-nangis, menahan emosi, tahan. Jangan diluapkan. Jangan sampai berkata-kata yang enggak baik, jangan sampai ribut-ribut. Diam saja, tahan. “Sampai 40 hari”. Tujuannya adalah meredam ego dan emosi. 40 hari pertama sedikit demi sedikit mulai terbuka kelebihan dan kekurangan pasangan, jadi harus banyak sabar. Jika ingin marah, didinginkan dulu, baru diungkapkan.
Namun setelah menikah, mbak apik merasakan hal tersebut ternyata tidak mudah. Terkadang, ekspektasi terlalu tinggi, sedangkan kenyaraannya berbeda. Pembatas-pembatas itulah yang bisa menjadi salah satu pemicu hadirnya rasa kurang bersyukur yang bisa menaik-turunkan emosi. Apalagi perbedaan cara berpikir pria dan wanita, seperti yang banyak diulas selama ini, men form Mars and women from Venus. Benar-benar terasa bedanya setelah menikah. Rasa manis, asam, kecut, dan pahit dunia pernikahan. Begitulah ketika dua orang asing, beda pola asuh, beda karakter, beda sifat. Ada pesan dari ibu mbak apik dan beberapa buku yang beliau baca bahwa ada saatnya laki-laki tidak mau dinasihati. Istri mau berbicara setertata apapun, tidak bakal mempan. Jadi, pilihlah waktu yang tepat dan baik agar komunikasi bisa berjalan efektif.
Sebagai pasangan suami istri, selalulah belajar untuk tidak mengungkit-ungkit kesalahan pasangan. Saling meminta maaf jika berbuat salah. Menikah mengajarkan komunikasi suami istri bisa efektif kepada pasangan. Saling mengkomunikasikan agar emosi lebih stabil dengan tujuan agar emosi tidak terbawa sampai tidur. Masalah dan prasangka sebaiknya diselesaikan sebelum tidur. Namun jika belum selesai, tidur adalah healing. Mencari ketenangan dan kestabilan emosi agar esok hari lebih teredam dan bisa menyelesaikan dengan dingin. Pasangan perlu mengetahui apa yang dirasakan, jika menyangkut kekurangan bisa saling introspeksi. Jika menyangkut kelebihan bisa menjadi kebahagiaan bersama.
Menikahi Keluarganya
Memilih menikahinya berarti menikahi keluarganya. Bukan hanya dia seorang. Ada ayah, ibu, adek, kakaknya. Cerita di keluarganya adalah ceritamu juga. Masalah di keluarganya adalah masalahmu juga. Aib keluarganya menjadi aibmu juga. Kebahagiaan keluarganya adalah kebahagiaanmu juga. Kamu akan tinggal juga dalam budayanya, merayakan berbagai masa dengan mereka semua. Kebiasaan keluarganya menjadi sesuatu yang mau tidak mau harus kamu terima.
Pada tahun pertama pernikahan, ada beberapa hal yang bisa diambil sebaagai pelajaran dalam proses beradaptasi dengan keluarga besar mas gun, yang tercatat dalam beberapa poin berikut:
1.      Berusaha menerima perbedaan
2.      Berusaha menyelami lebih dalam
3.      Belajar untuk memosisikan diri

Puncak kolaborasi bersama pasangan adalah ketika kita saling mendukung dan membantu dalam mencapai ridha Allah”.
Caraku Bercerita Caramu Mendengarkan
Setelah menikah, mendengarkan itu adalah sesuatu yang cukup membosankan bagi laki-laki, apalagi jika bertele-tele. Lelaki berkomunikasi untuk memecahkan masalah atau mengumpulkan informasi, berbeda dengan perempuan yang melakukan banyak berbicara agar terhubung atau sekedar mencurahkan isi hati agar tidak stress. Kata Bu Elly Risman (Psikolog), sebelum berbicarakepada suami, sebaiknya ditulis dulu, pastikan kata-kata yang akan disampaikan maksimal lima belas kata. Karena, kata keenambelas sudah tidak didengarkan lagi.
Setelah menikah, terkadang mendapati suami seakan-akan tidak perhatian, seperti berada pada dunianya sendiri. Hal tersebut menjadi pukulan tersendiri bagi seorang perempuan, merasa tidak didengarkan. Bagi perempuan, laki-laki yang fokus mendengarkan dan memusatkan perhatian demi mendengar cerita adalah salah satu kebahagiaan tersendiri, apalagi mendapati bahwa saling terkoneksi. Saling terhubung dan hangat. Tetapi nyatanya, laki-laki punya waktu tersendiri dimana mereka ingin fokus dengan pekerjaannya. Mencari waktu yang pas salah satu hal yang bisa memicu komunikasi yang hangat. Jadi, untuk hal-hal yang penting, lebih baik dibicarakan pada waktu yang tepat. Carilah waktu-waktu ketika laki-laki siap untuk mendengarkan.
Melakukan hal yang tidak penting bersama-sama itu penting dalam merawat hubungan. Menceritakan hal yang tidak penting, juga penting. Seberapa pentingnya orang tersebut bisa juga diukur lewat ketidakpentingan yang dibagi bersama”.
Kawan
Ketika telah menikah, kehidupan menjadi sedikit berbeda, terutama ketika statusmu menjadi seorang istri. Peranmu sebagai seorang istri salah satunya adalah untuk melayani suami. Ketika telah menikah, keterbatasan pertemanan memang tidak dipungkiri adanya, apalagi kalau harus ikut suami kerja sehingga engkau harus pindah dari domisili asalmu. Rasa kesepian mungkin menghampirimu karena memiliki keterbatasan teman.
Rida yang Berpindah
Ketika belum menikah, ridho Allah masih ada di tangan ibu dan bapak kita. Ketika ibu bapak kita ridho atas setiap jalan yang kita pilih, maka insyaAllah akan selalu ada jalan-jalan kemudahan. Namun, ketika kita menikah, ridho Allah akan berpindah kepada suami kita. Kebiasaan untuk patuh kepada orang tua sebelum menikah sangat berpengaruh untuk melatih kepatuhan terhadap suami. Ketika sudah menikah, akan terlatih terhadap perasaan menerima, terbiasa izin, terbiasa dengan kemungkinan terburuk dan tidak diizinkan.
Ketika telah menikah, setan seperti naik kelas. Mereka seperti terdidik, mendewasa, dan tau celah untuk menggoda. Taat kepada suami rasanya susah, ingin menggerutu bawaanya. Tidak diizinkan pergi keluar sendiri, manyun. Tidak diizinkan ikut acara ini dan itu, manyun. Belum lagi akan tambah manyun, jika membandingkan dengan waktu lajang dulu. Akan tetapi, perlu diingat. Ketika diri kita membandingkan, manyun, dan emosi, ada setan yang sedang berselebrasi. Bertepuk dengan keras dan berpesta penuh senyum kemenangan. Dia berhasil lagi.
Setan berhasil memperdaya para istri dengan menutupi kebaikan-kebaikan suami. Padahal kebaikannya jauh lebih banyak daripada kekurangannya. Apa yang diperbolehkan suami jauh lebih banyak dari apa yang dilarang. Namun, begitulah setan menggoda, bisa darimana saja. Sebab, tujuan hidup setan salah satunya adalah memperbanyak penghuni neraka dengan perempuan. Perempuan yang bagaimana?. Perempuan yang sering kufur nikmat dan kufur atas kebaikan-kebaikan suami.
Jelaslah berat rasanya taat kepada suami. Kalau gampang banget, hadiahnya kipas angin, bukan surga. Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang istri melakukan sholat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, memelihara kemaluannya, dan mentaati suaminya, niscaya dia akan masuk surga Tuhannya.” (HR. Imam Ahmad).
Adaptasi
Dalam buku psikologi pernikahan karya Muhammad Iqbal, menjelaskan bahwa adaptasi dalam pernikahan adalah proses bersama antar pasangan suami istri dalam upaya saling memahami, sebagai konsekuensi bahwa mereka datang dari kultur yang berbeda. Perjalanan yang membutuhkan waktu yang tidak sebentar adalah adaptasi dalam pernikahan. Rasanya dalam rumah tangga muda, setiap hari adalah proses adaptasi.


Mba apik dan mas gun sangat berbeda, seperti minyak dan air. Tak bisa larut menjadi satu, tetapi bisa menjadi satu kesatuan, bisa berdampingan. Bahkan menjadi tergantung. Awal pernikahan, mbak apik banyak merasakan konflik batin, karena sering menahan. Karena kehidupan mereka berdua itu saling bertolak belakang satu sama lain. Dari bangun tidur hingga tidur lagi. Namun, perbedaan itu tidak dalam koridor syariat dan pemahamannya. Maka sebanyak apapun perbedaannya, mereka tetap bisa menjalani. Karena mereka menganggap, ini adalah perkara dunia, mereka bersepakat untuk berbesar hati menerima segala perbedaan dan saling menghargai.
Selain adaptasi gaya hidup, adaptasi kondisi sosial dan keluarga besar juga tak kalah menantang. Terkait komunikasi suami istri, perbedaan pola komunikasi itu memang nyata adanya. Berharap suami bisa peka, nyatanya kepekaan itu tidak bisa instan.perlu diasah terus-menerus. Belajar untuk menahan emosi dan tak mengeluarkannya berlebih. Belajar untuk tidak memendam masalah tanpa diceritakan dan berusaha menjalaninya dengan normal. Emosi yang diluapkan secara berlebihan justru membuat kesulitan dalam memecahkan masalah. Bukan berarti meniadakannya, tapi berupaya mengontrolnya dengan baik.
Mengenai ekspektasi, mari belajar untuk mengelolanya. Tidak meletakkan harapan terlalu tinggi meskipun kepada suami sendiri. Bagaimanapun, suami adalah manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan. Jika menggantungkan harapan terlalu jauh, khawatir akan terpleset juga. Belajar mengikhlaskan kekurangan pasangan. Meluaskan penerimaan. Menerimanya sepaket, tak bisa hanya kelebihannya. Mengubah pasangan begitu saja adalah sebiah kemustahilan. Semuanya butuh proses, tidak hanya diri sendiri yang beradaptasi, suami juga sedang belajar menyesuaikan diri dengan kelebihan dan kekurangan istrinya. Belajar berempati. Belajar mengenali suasana hati suami. Tidak semena-mena ingin dimengerti, tetapi tak berusaha mengerti. Menghargai pasangan pasangan dengan saling mengalah, bukan bentuk kelemahan, melainkan kedewasaan hubungan.
Akan ada hari-hari dimana pernikahan terasa berat, tapi ingat bahwa hari itu akan terlewati. Ingatlah ridho Allah yang dicari”.
Dan ingatlah, Allah menjanjikan jalan keluar dari setiap masalah”.
Finansial
Dalam kehidupan pernikahan, sanagat perlu membuat rancangan pengeluaran dan pemasukan rumah tangga. Pencatatan keuangan sangat bagus dilakukan, sehingga dapat diketahui pos-pos mana saja yang banyak menghabiskan uang. Barangkali terlalu boros, sehingga bisa di rem. Apalagi, sekarang sudah banyak aplikasi untuk mencatat pengeluaran rumah tangga. Selain itu, dengan adanya pencatatan keuangan rumah tangga, dapat lebih bijak dalam mengatur keuangan. Berapa persen untuk konsumsi, berapa persen untuk zakat, berapa persen untuk hiburan, berapa persen untuk dana darirat, berapa persen untuk tabungan, berapa persen untuk diputar sebagai investasi bisnis/bisnis keluarga, dll.
Memang benar firman Allah dalam QS. An-Nur ayat 32, bahwa Allah yang akan mencukupi kebutuhan orang yang menikah. ‘Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. An-Nur ayat 32).
Istri Sebagai Pemelihara Harta Suami
Peraturan menjadi istri yang suportif dalam pekerjaan (Ala Mba Apik)
Tidak malu dengan apapun pekerjaan suami. Tidak banyak menuntut.tidak bosan bersyukur. Tidak berhenti memperbaharui ilmu.
Katanya istri adalah magnet rezeki. Namun, istri juga dapat menjadi magnet rezeki yang tidak halal itu datang. Sebagai perempuan, jangan bosan untuk terus memperbaharui pengetahuan dan prinsip tentang halal dan haram harta. Terus belajar untuk menjadi alarm bagi pekerjaan suami. Mengingatkan untuk berzakat serta bersedekah dan menguatkan jika perlu hijrah meski harus meninggalkan jabatan, harta, dan hal duniawi lainnya kalau iklim kerjanya mendekatkan keluarga pada hal-hal yang haram.
Jangan bosan menekan ego dan nafsu ingin ini dan ingin itu supaya tidak menstimulus suami untuk mengerjakan hal-hal yang tidak-tidak. Jangan bosan untuk bersyukur atas berapapun dan apapun pemberian suami. Jangan bosan mendidik diri dan keluarga, untuk memahamkan bahwa rezeki yang baik bukan yang banyak, melainkan yang berkah.
Setiap kalian adalah pengayom dan setiap pengayom akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang harus diayomi. Suami adalah pengayom bagi keluarganya dan bertanggungjawab atas anggota keluarga yang diayominya. Istri adalah pengayom dari rumah tangga suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas aset rumah tangga yang diayominya’’. (HR. Bukhari).
Ingat sabda Rasulullah SAW berikut:
Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan beranjak dari tempat kebangkitannyapada hari kiamat sebelum ia ditanya tentang empat hal, diantaranya tentang hartanya, darimana ia peroleh, dan bagaimana ia membelanjakan”. (HR. Tirmidzi).
Manajemen Finansial Keluarga Muda
1.      Mengecek sumber pendapatan
2.      Adaptasi gaya hidup dan gaya belanja masing-masing
3.      Percobaan enam bulan pertama (evaluasi finansial)
4.      Tracking utang dan cicilan
5.      Menjauhi riba
6.      Melek zakat, infak, sedekah, dan tabungan haji
7.      Skala prioritas
Kolaborasi Bersama
Sebelum menikah, dalam benak mbak apik memahami pernikahan bisa melipatgandakan kebermanfaatan. Sebelum menikah, mbak apik mengharapkan kolaborasi yang hebat dari sebuah rumah tangga. Istilahnya melejit bersama. Akan banyak proyek besar yang dilakukan bersama. Namun nyatanya, setelah menikah sedikit kerepotan karena masih beradaptasi. Tetapi, bukankah untuk menjadi sesuatu hal yang besar, untuk menjadi apa yang dicita-citakan, justru berangkat daru fondasi yang kuat.
Bukankah saling mengingatkan untuk saling menuntut ilmu adalah sebuah kolaborasi?. Bukankah saling memberi ruang untuk bekerja, beraktivitas, dan melaksanakan hobi juga merupakan kolaborasi?. Bukankah saling mendengarkan dan memberi ruang untuk cita-cita adalah sebuah kolaborasi?.
Menyusun visi dan misi pernikahan
Sebuah kapal agar tidak terombang-ambing di laut lepas sebaiknya memiliki tujuan. Maka, nahkoda, awak kapal, dan seluruh penumpang tahu kemana mereka akan berlayar. Demikian juga sebuah pernikahan. Pernikahan adalah suatu perjalanan yang membutuhkan napas panjang. Tak sehari dua hari. Melainkan selama yang kita bisa. Setelah tujuan itu ditentukan, cara mencapainya jelas dan terukur.
Selain itu, pembuatan visi dan misi pernikahan membuat setiap diri lebih siap untuk menjadi orang tua. Banyak perceraian pada pernikahan usia muda terjadi karena ketidaksiapan pasangan menjadi orang tua. Dan orang tua merupakan pendidik utama bagi anak-anak. Bukan guru atau sekolah. Menurut Prof. Rhenald Kasali di buku Strawberry Generation, sekolah merupakan satu dari tiga pilar pendidikan, selain orang tua dan pendidikannya.
Visi misi pernikahan Mba Apik dan Mas Gun
Visi pernikahan: mejadi keluarga khalifah dan keluarga perantara yang sejahtera lahir dan batin.
Misi (cara-cara untuk menggapai visi):
1.      Menguatkan tauhid agama
2.      Meningkatkan literasi, semangat belajar, dan budaya ilmiah keluarga
3.      Memperbanyak aksi sosial, silatirahmi, dan kolaborasi
4.      Mandiri finansial, budaya dan membuka lapangan kerja
5.      Melakukan olahraga, bermain dan rekreasi rutin
6.      Menjalankan komunikasi yang hangat dan menguatkan bonding
7.      Memiliki pikiran positif dan bijak teknologi

Kadang kita sibuk melirik ke luar. Padahal ada banyak cinta yang tak perlu berkata-kata didalam rumah tangga.
Konflik
Tidak ada rumah tangga yang tidak diuji. Jika melihat instagram orang-orang, tampak rumah tangganya adem ayem tanpa konflik rumah tangga., percayalah itu hanya kita lihat pada permukaannya saja. Lagi pula untuk apa dibeberkan di media sosial? Karena antara suami dan istri adalah pakaian satu sama lain.
Menerima sepaket dengan kekurangannya
1.      Menjemput keberkahan
2.      Sabar di awal waktu
3.      Mengubahnya pelan-pelan
4.      Tidak ada manusia yang sempurna


Selesaikan sebelum tidur
Jika ada masalah berusahalah menyelesaikan sebelum tidur. Kapa waktunya diam dan kapan waktunya berbicara. Kuncinya adalah fokus kepada solusi dan saling mendengarkan. Bagi seorang istri, ridha suami adalah nomor satu. Bertengkar atau bergelut dalam rumah tangga itu sama sekali tidak sehat. Diamlah sejenak untuk meredamnya lalu bicarakan baik-baik untukmencari solusi.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lahaulla Walla Quwwata Illa Billahilaliyil Adziim