Definisi, Hukum, dan Perintah Nikah

Oleh: Ustad Gilang Pangestu dalam Sekolah Pra Nikah Kurikulum Abdillah Family

Bismillahirrahmanirrahim

_“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”_

*(QS. Al-Hujurat: 13)*

Ada banyak pengertian pernikahan baik menurut Islam maupun hukum di luar Islam. Setiap imam madzhab pun bahkan punya definisinya sendiri. Pada intinya, pernikahan adalah terikatnya laki-laki dengan perempuan untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan dalam rangka ketaatan pada Allah.

Hukum menikah, dari pendapat jumhur (mayoritas) ulama madzhab adalah sunnah yang benar-benar dianjurkan. Madzhab Zahiri (dulu mayoritas di Spanyol, saat Spanyol negara Islam) menghukumi nikah itu wajib. Pendapat Imam Syafi’i, nikah itu mubah (boleh).

Hukum menikah yang semula sunnah muakkadah, bisa menjadi wajib bila mampu dan desakan syahwat tinggi, sunnah apabila mampu namun tidak terdesak syahwat, mubah bila unsur mampu dan desakan syahwat berada di tengah-tengah, makruh bila tidak mampu menjalankan peran dalam rumah tangga tapi pasangannya menerima. Haram bila pernikahan yang dilakukan merupakan hal yang dilarang baik dari sisi niat (dzolim) ataupun sisi syariat (nikah mahram, nikah muhallil, nikah syigar dst).

Berikut merupakan perintah Rasulullah Shalallahu Alahi Wasallam untuk menikah. Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu ia berkata: Rasulullah Shalallahu Alahi Wasallam  bersabda,

_“Hai para pemuda, barangsiapa diantara kamu yang sudah mampu menikah, maka nikahlah, karena sesungguhnya nikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa itu baginya (menjadi) pengekang syahwat”._

*(HR. Jamaah)*

Hadits ini unik, karena Rasulullah berkata demikian kepada sahabatnya yang masih pemuda dan belum begitu mampu mencari nafkah. Hadits ini merupakan dorongan pada mereka untuk segera mampu dan segera menikah.

Pada zaman kejayaan Islam, pendidikan benar-benar sangat serius dan padat kurikulum di usia muda. Sehingga, sebelum 10 tahun telah hafal Quran, paham syariat, dan usia belasan awal sudah belajar keahlian untuk profesional nafkah.

Zaman Abbasiyah misalnya, sekolah itu berupa Katatib (Kuttab) yaitu sekolah dasar 6 tahun (kurikulum hafal Quran, calistung, adab, dan syariat dasar) langsung dilanjutkan dengan Madrasah Keahlian (Kuliah sekarang). Jadi, wajar sekali kalau nikah muda karena pendidikan hemat usia namun padat kurikulum. Karena usia 16-18 tahun itu sudah sangat mapan syariat dan profesional bekerja.

_“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”_

*(QS. An-Nuur : 32)*

Ayat ini juga sangat unik, ini merupakan hal yang jarang dilakukan di masa sekarang. Yaitu tolong menolong dalam memberantas kejombloan. Perintah ini bukan hanya untuk orang tua pada anaknya, tapi juga untuk kita pada saudara ummat ini yang belum menikah. Selain itu, untuk menenangkan calon pengantin untuk tidak khawatir akan rezeki, asal benar dan bersungguh untuk menjemputnya.

*Wallahu A’lam*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lahaulla Walla Quwwata Illa Billahilaliyil Adziim