Keutamaan Bersikap Sabar dan Optimis Ketika Mendapat Cobaan

Oleh: Ustad Muh. Thoriq Aziz K, S.Pd., Lc.

Pandemi corona membuat banyak orang stres dan perlu menjaga kesehatan mentalnya. Bilamana dunia ini menjadi sempit karena merebaknya wabah corona, maka sebagai umat Islam menjadi semestinya bagi kita untuk mengingat perjalanan hidup Rasulullah, Saw.

Rasulullah, Saw., adalah manusia yang paling berat cobaannya. Namun meski berat cobaannya, tidak terlihat dari Rasulullah, Saw., melainkan didapati beliau selalu dalam kondisi tersenyum mesem, senantiasa bahagia dan ceria bersama Allah, Swt., dan menjadikan Allah, Swt., sebagai penolongnya.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al-Ahzab: 21)

Bersikap sabar ketika mendapat cobaan membuat jiwa kita tenang dan rida atas apa yang menimpa kita.

Bersikap sabar ketika mendapat cobaan membuat jiwa kita tenang dan rida atas apa yang menimpa kita. Jika datang takdir Allah, Swt. (berupa cobaan), maka jangan marah dan menentangnya. Karena sejatinya kita dengan berbuat demikian malah menyeret kita pada kubangan takdir (cobaan yang tak kunjuang usai). Maka semestinya kita bersikap sabar dan rida atas segala cobaan, karena takdir cobaan itu tidak akan terangkat melainkan dengan kita bersikap rida atas segala hal yang datang dari Allah, Swt., baik yang mengenakkan maupun tidak.

*Virus Corona 2019—20 dan Fikih Karantina*

Di masa-masa yang serba sulit, penuh penderitaan dan kepedihan seperti ini, dikarenakan keganasan pandemi virus corona 2019—20, agama menjadi sumber ketenangan dan kepastian.

Virus corona ini meluas di seluruh dunia hingga mengenai beberapa pejabat politik dan tokoh. Hal ini membuat banyak orang berkeyakinan, bahwa ajaran Islam akan sangat berkontribusi untuk membatasi penyebaran virus ini, jika ditaati ajarannya.

Islam membawa banyak sekali ajaran-ajaran atau syariat bagi manusia, dimana ajaran-ajaran ini merupakan hal pertama yang mesti diterapkan oleh pemerintah, termasuk ajaran karantina, kemudian menjaga kebersihan, dan ajaran-ajaran yang lain, seperti memakan makanan-makanan yang halal dan thayyib (baik).

*Fikih Karantina*

Karantina didefinisikan sebagai sebuah proses dan tolak ukur dimana seseorang yang telah terpapar penyakit menular, baik apakah ia menderita penyakit tersebut atau tidak, maka orang yang bersangkutan diharuskan untuk tetap tinggal di rumah atau di tempat lain guna pencegahan penyebaran penyakit lebih lanjut kepada orang lain, serta untuk memantau efek penyakit serta kesehatannya dengan cermat dan teliti.

Konsep dari pada karantina ini merupakan sebuah proses dan tolak ukur yang diajarkan oleh Nabi, Saw., lebih dari 14 abad yang lalu. Namun ada juga yang menegaskan, berpendapat bahwa Islam adalah agama yang pertama kali membangun konsep karantina.

Nabi, Saw., sungguh telah menjelaskan mengenai dasar-dasar konsep karantina dalam banyak hadis-hadisnya secara jelas dan gamblang. Nabi, Saw., melarang orang untuk memasuki sebuah negeri yang yang terpapar penyakit al-thā'ūn, dan juga melarang penduduk negeri yang terpapar penyakit tersebut untuk keluar darinya. Bahkan Nabi, Saw., menegaskan bahwa keluar dari negeri yang terpapar penyakit menular itu termasuk perbuatan lari dari medan tempur (termasuk dosa besar), dan menyediakan bagi orang-orang yang bersabar atas wabah atau penyakit al-thā'ūn ini pahala syahīd.

Pelarangan manusia dari masuk ke sebuah negeri yag terpapar wabah merupakan sebuah hal yang eksplisit dan tersurat (mudah dipahami), namun untuk urusan pelarangan keluar bagi orang yang berada di negeri yang terpapar wabah menular tersebut, meski sehat dan tak terserang penyakit, sebagai hal yang tak dapat dimengerti. Karena orang sehat yang tinggal di negeri epidemi seharusnya melarikan diri ke negeri yang sehat lainya, sehingga ia tidak akan terinfeksi. Namun logika ini salah, dan baru dipahami di akhir-akhir zaman ketika ilmu pengetahuan dan kedokteran berkembang.

Menurut Dr. Muhammad Ali Al-Bar menyatakan bahwa pengobatan mutakhir telah membuktikan bahwa orang yang sehat di wilayah epidemi dapat menjadi pembawa mikroba, meskipun ia tidak sakit atau menunjukkan gejala sakit.

Cina telah melancarkan penerapan karantina di kota Wuhan (pusat wabah), di samping kota-kota yang dekat dengannya, sementara Italia juga menerapkannya di beberapa kota setelah penyakit ini berkembang. Di Spanyol, pada 14 Maret 2020 pemerintah mengumumkan penerapan karantina ke seluruh negara.

Nabi, Saw., mendorong umatnya untuk mentaati sejumlah arahan terkait masalah-masalah penularan.

وفر من المجذوم كما تفر من الأسد

"Dan berlarilah dari penyakit kusta seperti engkau lari dari singa”. (HR. Al-Bukhari)

إذا سمعتم الطاعون بأرض فلا تدخلوها وإذا وقع بأرض وأنتم فيها فلا تخرجوا منها

“Kalau kamu semua mendengar penyakit al-thā'ūn (wabah penyakit) suatu daerah, maka jangan masuk ke dalamnya. Dan ketika (wabah) telah memasuki suatu daerah sementara kamu semua berada di dalamnya, maka jangan keluar darinya.” (Muttafaq ’alaihi)

*Wabah Corona Merata di Mana-mana: Pahala Syahid, bagi yang Berdiam Diri di Rumah*

Oleh Muh. Thoriq Aziz Kusuma

Menjadi tanggung jawab bersama bagi setiap warga negara saat ini menyikapi kondisi darurat wabah corona yang makin hari makin menahun. Oleh sebab itu, untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain, maka bagi setiap warga agar berdiam diri di rumah di hari-hari yang genting ini, kecuali dalam kondisi urgen diperbolehkan keluar rumah. Hal inilah yang dihimbau dan disosialisasikan oleh pihak terkait berwenang, yakni otoritas kesehatan dan pemerintah.

Lebih-lebih dari kaca mata agama, berdiam diri di rumah bagi setiap warga di hari-hari yang genting ini hukumnya wajib, kecuali jika ada hal yang urgen, maka diperbolehkan keluar rumah.

Islam bahkan memberi kabar gembira berupa pahala syahid meski tak mati karena wabah bagi siapa saja yang berdiam diri di rumah, menahan diri untuk tidak keluar rumah yang disertai dengan sikap sabar dan rida terhadap ketentuan (qadā) Allah, Swt., di hari-hari yang genting ini.

لَيسَ مِنْ رَجُلٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ، فَيَمْكُث فِي بَيتِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُه إلَّا مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ؛ إلِّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ

"Siapa saja saat terjadi wabah, ia berdiam diri di rumah dengan sabar dan mengharap pahala semata-mata dari Allah, dan dia meyakini tidak akan terkena wabah itu kecuali atas ketetapan Allah, Swt., ia mendapat pahala syahid (walaupun ia tidak meninggal dunia)". (HR. Ahmad)

Dalam konteks kondisi meratanya wabah yang membahayakan seperti saat ini, Islam melarang umatnya melanggar instruksi dan arahan medis serta petunjuk preventif yang dikeluarkan oleh pihak terkait berwenang dan dokter, untuk tujuan menghindari atau memutus mata rantai penyebaran dan penularan penyakit atau wabah yang membahayakan dan membinasakan nyawa manusia ini.


 لَا يَنْبَغِي لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ , قالوا : يا رسول الله وَ كَيْفَ يُذِلُّ نَفْسَهُ, قَالَ يَتَعَرَّضُ  من البلاء لِمَا لَا يُطِيقُ

“Tidaklah patut seorang mukmin itu menghinakan dirinya”. Para shahabat bertanya: ‘Bagaimana dia menghinakan dirinya?’ Rasulullah, Saw., menjawab: “Menerjunkan diri pada bala yang dia tidak mampu menghadapinya.” (Sunan Ibnu Majah)

Syariat Islam menjadikan perkara menjaga nyawa manusia sebagai salah satu tujuan yang utama dan tertinggi.

مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

"Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi." (QS. Al-Ma'idah: 32)

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ


"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Baqarah: 195)

Saat ini semua orang tahu akan keseriusan dan bahaya virus corona baru (Covid 19), semua tahu akan cepatnya penyebaran dan penularan virus ini, hingga besarnya kerugian dan kerusakan yang disebabkan oleh orang yang mengabaikan virus ini atau menganggap remeh upaya-upaya pencegahan penyebaran dan penularannya.

Bahaya virus yang berujung pada kematian, membuat virus ini menjadi perkara yang tak bisa dianggap remeh atau sepele. Ini perkara serius dan membahayakan, membutuhkan penanganan yang sungguh-sungguh dan tanggung jawab bersama setiap warga.

 لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ مَنْ ضَارَّ ضَرَّهُ اللهُ وَمَنْ شَاقَّ شَقَّ اللهُ عَلَيْه

“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain. Barangsiapa membahayakan orang lain, maka Allâh akan membalas bahaya kepadanya dan barangsiapa menyusahkan atau menyulitkan orang lain, maka Allâh akan menyulitkannya.” (HR. Al-Hâkim dan Al-Baihaqi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lahaulla Walla Quwwata Illa Billahilaliyil Adziim